Wednesday, March 14, 2012

MAWAR UNTUK IBU

Seorang pria berhenti di toko bunga untuk memesan seikat karangan bunga yang akan dipaketkan pada sang Ibu yang tinggal sejauh 250 km darinya. Begitu keluar dari mobilnya, ia melihat seorang gadis kecil berdiri di trotoar jalan sambil menangis tersedu-sedu. Pria itu menanyainya kenapa dan di jawab oleh gadis kecil, “Saya ingin membeli setangkai bunga mawar merah untuk ibu saya. Tapi saya cuman punya uang lima ratus rupiah saja, sedangkan harga mawar itu seribu”.

Pria itu tersenyum dan berkata, “Ayo ikut, aku  akan membelikanmu bunga yang kau mau”. Kemudian ia membelikan gadis kecil itu setangkai mawar merah, sekaligus memesankan karangan Bunga untuk dikirimkan ke ibunya.
Ketika selesai dan hendak pulang, ia menawarkan diri untuk mengantar gadis kecil itu pulang kerumah. Gadis kecil itu melinjak gembira, katanya, “Ya tentu saja. Maukah anda mengantarkan ketempat ibu saya ?”
Kemudian mereka berdua menuju ketempat yang ditunjukkan gadis kecil itu, yaitu pemakaman umum, dimana lalu gadis kecil itu meletakkan bunganya pada sebuah kuburan yang masih basah.
Melihat hal ini, hati pria itu menjadi terenyuh dan teringat sesuatu. Bergegas, ia kembali menuju ke toko bunga tadi dan membatalkan kirimannya. Ia mengambil karangan bunga yang dipesannya dan mengendarai sendiri kendaraannya sejauh 250 km menuju rumah ibunya.
Untuk itu, kenanglah Ibu yang selalu menyayangimu dan selalu meneteskan airmatanya ketika kita hendak pergi. Ingatkah kita, ketika Ibu rela tidur tanpa selimut demi melihat kita tidur nyenyak dengan dua selimut membalut ditubuh. Ingatlah ketika jemari ibu mengusap lembut kepala kita dan ingatlah  ketika air mata menetes dari mata Ibu mana kala ia melihat kita terbaring sakit…
Sesekali jenguklah Ibu yang selalu menantikan kepulanganmu dirumah tempat kau dilahirkan… Kembalilah memohon maaf pada Ibu yang selalu setia rindu akan senyumanmu. Jangan biarkan engkau kehilangan saat-saat yang akan kau rindukan di masa datang. Ketika Ibu telah tiada, tak ada lagi yang berdiri didepan pintu menyambut kita, tak adalagi senyuman indah tanda bahagia. Ya… yang ada hanyalah kamar yang kosong tiada penghuninya. Yang ada hanyalah baju yang digantung dilemari kamarnya.
Tak ada lagi dan tak akan ada lagi yang meneteskan air mata dan mendoakanmu disetiap hembusan nafasnya. Kembalilah segera…. 
Peluklah Ibu yang selalu menyayangimu..
Ciumlah kaki Ibu yang selalu merindukanmu dan berikanlah yang terbaik diakhir hayatnya…
Kenanglah semua cinta dan kasih sayangnya…

Monday, March 12, 2012

Dengan Izin-Nya

MANUSIA adalah makhluk paling unik. Terkadang logikanya pun sering kacau, sehingga suka menarik kesimpulan sendiri. ”Tuhan tidak adil, tidak memihak yang lemah dan teraniaya,” kita memandang adil atau baik menurut versi kita sendiri, tidak dengan kehendak ilahi.

Ketidakadilan itu pula yang sering dipersoalkan seorang ibu, kala bayinya yang lucu dan manis meninggal. “kenapa bukan anak orang lain,” katanya menggugat Tuhan. Ia tak rela. Itulah buah keagamaan iman jika cinta pada sesama melebihi kepada Allah. Ya… tak dapat dipungkiri saya pun sering menggugat Tuhan manakala terkandas dalam suatu masalah.

Berbeda dengan sikap Barakah ‘Abidah di Arabia. Ia sukses. “Namun, aku masih saja khawatir kalau-kalau penghasilanku sama sekali tidak berarti dihadapan Allah. Karena itu, aku pun sedih seraya berpikir, sekiranya Allah memang benar-benar menginginkan kekayaanku, dia pasti bakal membinasakanharta dan anak-anakku,” katanya.

Benar saja. Akhirnya, baik anak-anak maupun hartanya tidak tersisa. “Namun, semuanya toh membuatku bahagia. Aku curiga, jangan-jangan Allah menginginkan kesejahteraan dan kebahagiaan bagiku melalui berbagai ujian ini. Dan inilah cara-Nya mengingat diriku serta menjadikan jiwaku suci,” ujarnya.

Mensucikan harta juga dilakukan seorang nonmuslim asal Sumatera. Ia senang membelikan peti mati pada keluarga yang tak mampu. Tiap minggu, dua atau tiga peti pasti disumbangkan. “Saya merasa nikmat sekali setelah membantu mereka,” katanya. Namun, kenikmatan itu ada yang mengganjal. Soalnya, uang untuk membeli peti mati itu bukan jerih payah sendiri, melainkan hasil keringat suami. “Saya ingin bisnis sendiri agar bisa membelikan peti mati untuk orang-orang tak mampu,” ujarnya.

Rasanya, jika pemberian itu seizing suami, makna dan barokahnya tetap sama tanpa ada ganjalan. Persis kisah Narada di pewayangan. Dia putra seorang pembantu. Dia tidak terdidik. Kadang, jika ibunya berhalangan, dia pula yang melayani para resi. Dalam Srimad-Bhagavata diuraikan bahwa Narada, yang mencuci piring bekas makan para penyembah mulia itu, ingin mencicipi sisa-sisa makanan. Ia pun pinta izin kepada para resi. “Bolehkah saya makan makanan sisa ini." Narada penuh harap. Diizinkan. Rupanya, izin itulah yang membebaskannya dari segala reaksi dosa. Rupanya, sisa makanan para resi ittu pula yang berangsur-angsur membuat hati Narada sesuci mereka. Bahka, melalui pergaulan itu, minat hatinya untuk memuji kebesaran Tuhan berkembang pesat.

Bercerita tentang izin juga mengingatkan seorang budak cantik bernama Tuhfah di abad IX. Ia tak mengenal tidur maupun makan. Kala kondisinya semakin gawat, majikannya mengirimkannya ke rumah sakit jiwa. Kendati ia berpakaian mewah dan wangi, kedua kakinya dirantai. Ia sering melantunkan bait-bait syair cinta.
Wahai, aku tidak gila tapi hanya mabuk! Kalbuku sadar betul dan amat bening Satu-satunya dosa dan kesalahanku ialah dengan tidak tahu malu menjadi kekasih-Nya…
Dan setelah itu, Tuhfah pingsan. Begitu siuman, ia ditanya siapa yang engkau cintai? “Aku mencintai Zat yang membuatku sadar akan anugerah, yang berbagai macam karunia-Nya menyebabkanku dikenai kewajiban, yang dekat dengan segenap kalbu, yang mengabulkan orang-orang yang membutuhkan,” ujarnya.

Syaikh al-Saqati yang mendengar syair itu tergetar. Ia menyimpulkan, Tuhfah tidak gila dan memintanya pergi kemana saja. Tapi gadis itu menjawab “Aku hanya akan pergi jika majikanku mengizinkan. Kalau tidak, aku akan tetap disini.” “Demi allah,” kata Al-Saqati dalam hati, “ia lebih bijak ketimbang diriku.”

Tanpa disangka-sangka, majikan Tuhfah dating. Ternyata, wanita yang pandai bernyanyi dan bermain harpa itu dibelinya 22.000 dirham. “Semua kekayaan dan modalku habis,” katanya. Ia berharap untung. Ternyata, Tuhfah justru sering termenung, menangis, dan membuat orang lain tak bisa tidur.

Itulah sebabnya ia dijebloskan ke rumah sakit jiwa. Jika begitu, “Berapa pun harga yang kau minta, akan kubayar,” kata Al-Saqati kepada majikan Tuhfah. Tawaran itu dicemohkan. Memang, Al-Saqati tidak punya uang sedirham pun saat itu. Sembari berlinang air mata, ia pulang kerumah.

Malam itu pula, pintu rumah Al-Saqati diketuk orang. Orang itu, menyebut dirinya Ahmad Musni, membawa lima pundi uang. Ia datang atas bisikan “suara gaib” agar Al-Saqati bisa membebaskan Tuhfah. Kontan, Al-Saqati bersyukur mencium tanah. Esoknya ia gamit tangan tamunya menuju rumah sakit.

Tak urung, penembusan itu membuat mata Tuhfah berlinang. Disaat itu pula, majikan Tuhfah dating sembari meratap dan menangis. Aneh!Janganlah menangis, “Harga yang kau minta telah ku bawakan, dengan keuntungan lima ribu dinar,” kata Al-Saqati. “Demi Allah, tidak,” kata majikan Tuhfah. Al-Saqati lalu menambahkan 10.000 dinar. Lagi-lagi dijawab “Tidak tuan.” “Sekiranya Anda memberiku seluruh dunia ini untuk membelinya, aku tidak akan menerimanya,” ia menambahkan. Ia ingin membebaskan Tuhfah tanpa penembusan. Budak itu pun pergi dengan linangan air mata.

Waktu pun berlalu. Al-Saqati, majikan Tuhfah, dan Ahmad Musni menunaikan haji. Tapi, diperjalanan, Ahmad wafat. Kala tawaf mengelilingi Ka’bah, Al-Saqati mendengar ratapan aneh nan pilu, jerit kesedihan dari hati yang terluka. Namun, ia tak mengenalinya. “Maha suci Allah! Tidak ada Tuhan selain Dia. Dulu aku pernah dikenal. Kini aku tidak dikenal lagi. Ini aku Tuhfah,”katanya.

Masya Allah! Begitu diberitahu bahwa mantan majikannya juga sedang berhaji, gadis itu berdoa sebentar, lalu roboh disamping Ka’bah dan wafat. Tak lama setelah itu, mantan majikannya yang sedih melihat Tuhfah telah tiada terjatuh disamping Tuhfah, lalu meninggal pula.
(Wanita-wanita Sufi, Dr. Javad Nurbakhsh).

Tentu, takdir di depan rumah Allah ini dengan seizin-Nya jua.

Sunday, March 11, 2012

Cermin Anak

Suatu ketika disebuah sekolah, diadakan pementasan drama. Pentas drama yang meriah, dengan pemain yang semuanya siswa-siswi disana. Setiap anak mendapat peran, dan memakai kostum sesuai dengan tokoh yang mereka perankan. Semuanya tampak serius,sebab Pak Guru akan memberikan hadiah kepada anak yang tampil terbaik dipentas.

Di depan panggung, semua orang tua murid ikut hadir dan menyemarakkan acara itu.

Lakon drama berjalan dengan sempurna. Semua anak tampil dengan maksimal. Ada yang berperan sebagai petani, lengkap dengan cangkul dan topinya, ada pula yang menjadi nelayan, dengan jala yang disampirkan dibahu. Disudut sana, tampak pula seorang anak dengan raut muka ketus, sementara disudut lain, terlihat anak dengan wajah sedih, layaknya pemurung yang selalu menangis. Tepuk tangan dari para orang tua dan guru kerap terdengar, disisi kiri dan kanan panggung.

Tibalah kini akhir dari pementasan drama. Dan itu berarti, sudah saatnya Pak Guru mengumumkan siapa yang berhak mendapat hadiah. Setiap anak tampak berdebar dalam hati, berharap mereka terpilih menjadi pemain drama yang terbaik. Dalam komat-kamit mereka berdoa, supaya Pak Guru akan menyebutkan nama mereka dan mengundang keatas panggung untuk menerima hadiah. Para Orangtua pun ikut berdoa, membayangkan anak mereka menjadi yang terbaik.

Pak Guru telah menaiki panggung, dan tak lama kemudian dia menyebutkan sebuah nama. Ahha… ternyata, anak yang menjadi pak tua pemarah-lah yang menjadi juara. Dengan wajah berbinar, sang anak bersorak gembira. “Aku menang….”, begitu ucapannya. Ia pun bergegas menuju panggung, diiringi kedua orangtuanya yang tampak bangga. Tepuk tangan terdengar lagi. Sang orangtua menatap sekeliling, menatap ke seluruh hadirin. Mereka bangga.

Pak Guru menyambut mereka. Sebelum menyerahkan hadiah, ia sedikit bertanya kepada sang jagoan, “Nak, kamu memang hebat. Kamu pantas mendapatkannya. Peranmu sebagai seorang yang pemarah terlihat bagus sekali. Apa rahasianya ya, sehingga kamu bisa tampil sebaik ini? Kamu pasti rajin mengikuti latihan, tak heran jika kamu terpilih menjadi yang terbaik..” tanya Pak Guru. “Coba kamu ceritakan kepada kami semua, apa yang bisa membuat kamu seperti ini…

Sang anak pun menjawab, “Terima kasih atas hadiahnya Pak. Dan sebenarnya saya harus berterima kasih kepada Ayah saya. Karena, dari Ayah lah saya belajar berteriak dan menjadi pemarah. Kepada Ayah lah saya meniru perilaku ini. Ayah sering berteriak kepada saya, maka bukan hal yang sulit untuk menjadi pemarah seperti ayah.

Tampak sang Ayah yang mulai tercenung. Sang anak mulai melanjutkan, “…Ayah membesarkan saya dengan cara seperti ini, jadi peran ini, adalah peran yang mudah buat saya…

Senyap. Usai bibir anak itu terkatup, keadaan tambah senyap.

Begitupun kedua orangtua sang anak di atas panggung, mereka tampak tertunduk, jika sebelumnya mereka merasa bangga, kini keadaannya berubah. Seakan, mereka berdiri sebagai terdakwa dimuka pengadilan. Mereka belajar sesuatu hari itu. Ada yang perlu diluruskan dalam perilaku mereka.

Disini kita dapat memetik satu pelajaran, bahwa ketika lahir manusia sangat tergantung kepada orang lain, terutama orangtua, dan lebih khusus lagi kepada ayah. Di masa anak-anakpun ketergantungan itu masih sangat tampak. Karena ketergantungan itu, maka penting sekali peranan orangtua terhadap perkembangan kepribadian anak.

Dalam hal ini, orang tua perlu bertindak hati-hati dan bijak. Sebab pola asuh yang salah jelas bakal merugikan anak kelak. Untuk itu, orang tua harus mengetahui aturan dan rambu-rambu dalam mengasuh anak. Dr. Jusni Ichsan Solichin, Sp.KJ, dalam bukunya memaparkan 11 tuntunan bagi orang tua dalam pengasuhan anak.

1. Harus Disertai Kasih Sayang
Anak sudah dapat merasakan apakah ia disayangi, diperhatikan, diterima, dan dihargai atau tidak. Orang tua dapat menunjukkan kasih sayang secara wajar sesuai umur anak. Dengan mencium atau membelai, berkata lembut, hingga anak merasa ia memang disayang. Pencurahan kasih sayang ini harus dilakukan konstan, tulus, dan nyata sehingga anak benar-benar merasakannya.

2. Tanamkan Disiplin yang Membangun
Perlu memberlakukan tata tertib yang tidak berkesan serba membatasi. Hal ini akan menjadi pedoman bagi anak, hingga ia mengerti perilaku apa yang diperbolehkan dan mana yang tidak. Juga mengenalkan anak pada disiplin. Dengan demikian ia diharapkan mampu mengendalikan diri sekaligus melatih tanggung jawab.

3. Luangkan Waktu bagi Kebersamaan
Memanfaatkan waktu bersama anak merupakan hal yang sangat penting dalam pengasuhan anak. Dari sini akan tercipta lingkungan dan suasana yang menunjang perkembangan. Orang tua bisa menggunakan waktu tersebut dengan bermain bersama, berbincang-bincang, melatih keterampilan sehari-hari, dan sebagainya.

4. Ajarkan Salah-Benar/Baik-Buruk
Hal-hal yang dapat diajarkan adalah nilai-nilai yang berlaku di lingkungan keluarga,masyarakat sekitar dan budaya bangsa. Misalnya, adat istiadat, norma dan nilai yang berlaku. Hal ini sangat diperlukan agar anak mudah menyesuaikan diri dengan orang lain. Mintalah anak berlaku ramah dan jujur serta melarangnya menyakiti orang lain. Selain harus terus-menerus dan konsisten, terangkan kenapa perbuatan menyakiti tidak boleh dilakukan sedangkan sikap ramah diperlukan. Dengan begitu anak tahu kenapa mereka dilarang berbuat sesuatu, serta dapat memahami apa arti salah-benar dan baik-buruk.

5. Kembangkan Sikap Saling Menghargai
Sikap saling menghargai dapat dicontohkan. Bila orang tua berbuat salah, jangan segan meminta maaf. Kelak ketika anak berbuat salah, dia pun tak segan meminta maaf. Orang tua yang menghormati anak akan merangsang anak untuk menghargai dan menghormati orang tua maupun siapa saja.

6. Perhatikan dan Dengarkan Pendapat Anak
Jika anak punya pendapat, dengarkan dan berikan perhatian tanpa berusaha untuk mempengaruhinya. Bila perlu, kemukakan pendapat dengan menggunakan bahasa yang mudah dimengerti anak. Hal ini akan membuat hubungan orang tua dan anak jadi lebih akrab, hingga anak dapat menyatakan perasaannya. Termasuk perasaan yang baik dan buruk, seperti marah dan tidak senang, tanpa takut kehilangan kasih sayang dari orang tua.

7. Membantu Mengatasi Masalah
Anak butuh bimbingan kala menghadapi masalah, namun orang tua jangan sesekali memaksakan pendapatnya. Pahami masalah sesuai sudut pandang anak dan berikan beberapa pendapat serta doronglah anak untuk memilih yang sesuai dengan keadaannya.

8. Melatih Anak Mengenal Diri Sendiri dan Lingkungan
Ajaklah anak mengenal dirinya. “Saya ini anak laki-laki” atau “Saya adalah anak perempuan”. Lalu mengenalkan orang lain di lingkungannya, ada ibu, bapak, kakek, nenek, paman dan lainnya. Dengan demikian, semakin lama pengenalan anak kian luas. Anak juga perlu dilatih mengenal emosi dan cara menyalurkan emosi yang baik agar tidak menyakiti dirinya sendiri atau orang lain.

9. Mengembangkan Kemandirian
Rangsanglah inisiatif dan berikan kebebasan untuk mengembangkan diri. Beri kesempatan mengerjakan sesuatu menurut keinginan mereka sendiri. Tentu saja asalkan tidak bertentangan dengan norma masyarakat. Untuk memupuk inisiatif anak, beri pujian pada apa yang telah berhasil dilakukan dan bukan malah mencelanya.

10. Memahami Keterbatasan Anak
Setiap individu, termasuk anak, pasti memiliki kelebihan dan kekurangan. Orang tua hendaknya jangan menuntut melebihi kemampuan anak. Yang tak kalah penting, jangan pernah membanding-bandingkan anak yang satu dengan anak yang lain.

11. Menerapkan Nilai Agama dalam Kehidupan Sehari-hari
Nilai-nilai agama perlu diajarkan sejak usia dini sekaligus menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Cara paling baik, beri contoh dan minta anak berlaku sama. Misalnya berdoa sebelum melakukan kegiatan apa pun, memaafkan kesalahan orang lain, mensyukuri nikmat yang diberikan Tuhan dan lain-lain.

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...